PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN ASAM FITAT DALAM TEMPE KEDELAI




DISUSUN OLEH :

1. AFRIKE RISKIHADI 105100213111001

2. DINA SULISTYANINGRUM 105100213111011

3. IHSANUDDIN 105100213111006

4. RICO SANTOSO

5. SAIFUL IMRON 105100213111005


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas rahmat, taufik, dan pertolongan ALLAH SWT, yang telah memberikan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami hingga terselesaikannya makalah ini. Kami menyadari banyak sekali kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan dan kemajuan karya - karya selanjutnya. Dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang telah membaca hasil karya kami. Dan apabila dalam penulisan kami melakukan kesalahan kami mohon maaf.

TTD

PENULIS


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam fitat merupakan bentuk utama fosfor dalam biji tanaman-tanaman. Senyawa ini sulit dicerna sehingga fosfor dalam asam fitat dapat digunakan oleh tubuh. Asam fitat menunjukan sifat rakhitogenik, yaitu sifat untuk membentuk garam yang tidak larut apabila asam fitat berikatan dengan kalsium atau mineral yang lain, sehingga mineral-mineral tersebut tidak dapat diserap oleh dinding usus.

Selain mengikat ion logam, asam fitat juga dapat berikatan dengan protein membentuk senyawa yang tidak larut. Apabila keadaan kekurangan mineral dan protein tersebut berlangsung lama, dapat menyebabkan gangguan kesehatan, misalkan anemi zat besi, pertumbuhan yang tidak normal ataupun penyakit rakhitis.

Enzim fitase merupakan salah satu enzim yang dapat membebaskan fosfor anorganik dari suatu senyawa fosfat dan menghidrolisis asam fitat (inositol heksafosfat) menjadi inositol dan orthofosfat. Enzim fitase ditemukan dalam tanaman tingkat tinggi seperti canola atau rapessed, buncis putih California, kacang buncis, kedelai dan produk kedelai seperti tempe. Namun, dalam sistem pencernaan manusia tidak terdapat enzim fitase, sehingga asam fitat merupakan bahaya yang perlu ditanggulangi.

Banyak usaha pengurangan kadar asam fitat agar diperoleh bahan makanan dengan kadar asam fitat seminimal mungkin, antara lain dengan perendaman, pengukusan dan fermentasi. Pada fermentasi tempe banyak dilibatkan berbagai jenis mikrobia yang ternyata dapat menghasilkan enzim fitase sehingga pemecahan fitat berlangsung sangat cepat. Sudarmadji dan Markakis (1977), menemukan bahwa fermentasi tempe pada 30ºC selama 30 jam menurunkan kadar asam fitat sebesar 0.27%. Selama proses pembuatan tempe kedelai terjadi penurunan kandungan asam fitat antara lain pada proses fermentasi.

1.2 Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap kandungan asam fitat pada proses pembuatan tempe kedelai.

1.3 Rumusan Masalah

1. Microorganisme apa yang digunakan dalam proses pembuatan tempe kedelai?

2. Bagaimana proses fermentasi pada pembuatan tempe kedelai?

3. Bagaimana penentuan kadar asam fitat?

4. Apa pengaruh lama fermentasi terhadap kandungan asam fitat dalam tempe kedelai?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Rhyzopus sp.

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rhizophus oryzae, Rhizophus stolonifer (kapang roti). Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian Rhizopus oryzae merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan tempe Indonesia.

Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari filum Zygomycota yang banyak menghasilkan enzim protease. Rhizopus oligosporus banyak ditemui di tanah, buah, dan sayuran yang membusuk, serta roti yang sudah lama. Rhizopus oligosporus termasuk dalam Zygomycota yang sering dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari proses fermentasi kacang kedelai, karena Rhizopus oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh.

2.2 Proses fermentasi pada tempe kedelai

Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan tempe. Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat, lemak, protein dan senyawa-senyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga mudah dimafaatkan tubuh.

Cara pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut: dimulai dengan pencucian kedelai, kemudian dimasukkan dalam panci aluminium dan direndam dalam air bersih. Lama waktu perendaman yaitu 12 jam, 18 jam dan 24 jam. Setelah perendaman, kedelai dicuci dan direbus selama 30 menit. Kulit bijinya dihilangkan, keping biji bebas kulit tersebut kemudian direndam lagi, waktunya sama dengan waktu perendaman pertama dan air perendamannya dibuang. Sesudah itu dikukus selama 60 menit, ditiriskan dan didinginkan kemudian diinokulasi dengan ragi Rhizopus oligosporus, dibungkus dengan plastik yang dilubangi dengan jarum dan akhirnya diinkubasikan pada suhu kamar selama 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam, 84 jam dan 108 jam. Selanjutnya, tempe yang telah selesai difermentasi.

2.3 Penentuan kadar asam fitat

Kadar asam fitat ditentukan dengan metoda davies dan reid, 1979. Ekstrak untuk analisis diperoleh dengan cara berikut: sampel dalam bentuk tepung sebanyak 1 g disuspensikan dalam 50 ml air larutan HNO3 0.5 M. Suspensi ini diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam pada suhu ruang kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk menetapkan kadar asam fitat.

Penentuan kadar asam fitat dilakukan dengan cara berikut: dalam tabung reaksi yang berisi 0.5 ml filtrat, ditambahkan 0.9 ml HNO3 0.5 M dan 1 ml FeCl3. Kemudian tabung reaksi ditutup, lalu direndam dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan, ditambah 5 ml amil alkohol dan 1 ml larutan amonium tiosianat. Selanjutnya disentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Setelah terbentuk 2 lapisan, lapisan amil alkohol diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer (coleman junior II spectrophotometre G-20) pada panjang gelombang 465 nm dengan blangko amil alkohol, 15 menit setelah penambahan amonium tiosianat.

2.4 Pengaruh lama fermentasi terhadap kandungan asam fitat dalam tempe kedelai

Makin lama waktu fermentasi yaitu dari fermentasi 24 jam sampai fermentasi 48 jam,miselia jamur makin tebal,diikuti dengan terbentuknya spora yang berwarna hitam dan tempe kedelai berbau spesifik tempe. Lebih dari 48 jam sudah berbau agak busuk. Selama fermentasi dari 24 jam sampai fermentasi 108 jam ternyata kadar asam fitat terendah dijumpai pada fermentasi 108 jam, baik perlakuan perendaman 12 jam, 18 jam, dan 24 jam. Tempe pada fermentasi 108 jam tersebut merupakan tempe yang telah busuk yang sering digunakan sebagai penyedap masakan oleh beberapa penduduk di Indonesia, sedang tempe yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat adalah tempe pada fermentasi 24 jam sampai 48 jam.

Selama fermentasi tempe, asam fitat dapat berkurang menjadi setengahnya dan pengurangan terjadi lagi setelah penyimpanan dan penggorengan, yaitu menjadi kurang dari 10% dari asam fitat yang terdapat pada kedelai mentahnya. Sudarmadji dan Markakis (1997) juga menyatakan bahwa fermentasi selama pembuatan pada suhu 30ºC selama 3 jam akan mengurangi kandungan asam fitat dari 1,23% sebelum fermentasi menjadi 0,96% setelah fermentasi.

Turunnya kadar asam fitat selama fermentasi selain disebabkan oleh jamur, mungkin juga dissebabkan oleh aktivitas bakteri yang tumbuh baik setelah jamur tempe menurun pertumbuhannya, Sudarmadji (1975), Sudarmadji dan Markakis (1978) mengamati pertumbuhan Bacillus licheniformis dan Bacillus cereus pada tempe setelah fermentasi 24 jam sampai 36 jam, bakteri jenis Bacillus sp terdapat pada tempe yang mulai busuk. Powar dan Jaganathan (1967) melaporkan adanya aktivitas fitase pada bakteri Bacillus subtilis, dengan demikian turunnya kadar asam fitat selama fermentasi tidak hanya disebabkan adanya jamur (Rhizopus oligosporus), tetapi mungkin juga disebabkan tumbuhnya bakteri selama pembuatan tempe.

Jadi, penurunan asam fitat lebih besar pada tahap fermentasi. Penurunan kadar asam fitat yang besar selama fermentasi tersebut disebabkan adanya aktivitas jamur Rhizopus oligosporus dan aktivitas dari bakteri terutama jenis Bacillus sp yang mempunyai enzim fitase, sehingga dapat menghidrolisis asam fitat yang ada dalam kedelai.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proses pembuatan tempe menyebabkan penurunan kadar asam fitat. Penurunan ini disebabkan adanya tahap-tahap pada proses pembuatan tempe yaitu perendaman, perebusan, dan fermentasi seperti yang telah diuraikan di atas.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Lama waktu fermentasi berpengaruh terhadap kadar asam fitat dalam tempe kedelai. Dari fermentasi 24 jam sampai 108 jam, kadar asam fitat terendah dijumpai pada fermentasi lanjut (108) jam.

2. Pada fermentasi 48 jam (tempe yang biasa dikonsumsi) kadar asam fitat terendah dijumpai pada perlakuan perendaman 24 jam.

3.2 Saran

Pada fermentasi 48 jam ( tempe yang biasa dikonsumsi masyarakat) kadar asam fitat terendah dijumpai pada perlakuan perendaman 24 jam. Asam fitat merupakan zat anti gizi, sehingga disarankan pada pembuatan tempe agar zat anti gizi seminimal mungkin dilakukan perendaman 24 jam, tetapi dengan perlakuan perendaman tersebut, mungkin kandungan nutrisen yang ada dalam biji juga akan berkurang. Untuk itu disarankan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan zat gizinya, sehingga dapat diperoleh tempe yang mempunyai kandungan nutrien tinggi dengan kandungan asam fitat seminimal mungkin.


DAFTAR PUSTAKA

1. Chang P, Schimmer S, Buur H.1977. Phytate: Removal From Whole Dry Beans by Enzymatic Hydrolisis and Diffusion, J.Food Sci.

2. Kasmidjo RB.1989. Tempe, Kumpulan Hand Out, Kursus Singkat Fermentasi Pangan, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3. Lolas GM. Markakis.1977. The Phytase of Navy Beans, J.Food Sci.

4. Muchtadi D. 1989.Aspek Biokimia dan Gizi Dalam Keamanan Tempe, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

5. Setyono A.1987. Perilaku Asam Fitat Dalam Kedelai pada waktu Diolah. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

6. Suhardi, Supranto, Pudji Astuti.1988. Pengaruh Penempelan Biji Kecipir Terhadap Zat Anti Gizi Asam Fitat, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

7. Sutardi, Buckle KS.1985. Reduction in Phytic Acid Levels in Soybean During Tempe Production Storage and Frying, J. Food Sci.

Ihsan Uddin Label: 08.45 0 komentar
Posting Komentar

Back to Top